1. Orang alay biasanya menyukai lagu-lagu pop melayu Indonesia seperti Kangen Band, ST12, dan Radja.
Kenyataannya:
Tidak sepenuhnya benar.
Justru alay-alay yang menyukai lagu-lagu seperti Kangen Band, Radja, Angkasa, dsb itu mulai jarang.
Dan
anehnya, justru lagu-lagu Kangen Band itu malah ‘populer’ di kalangan
non-alay, dengan maksud lucu-lucuan dengan teman-teman atau karaoke
dengan maksud joke dengan pura-pura menjadi alay.
Justru
alay-alay yang seringkali ditemukan itu ‘menyukai’ lagu-lagu yang
istilahnya ‘cenderung terbawa mode’ atau menurut mereka
‘keren/gokil/gaul’, padahal mereka hanya sekedar ikut-ikutan biar
dibilang keren. Bukan karena musikalitas. Biasanya beraliran rock, punk,
atau metal.
Contohnya bisa dari dalam negeri seperti PeeWee
Gaskins, atau dari luar seperti Secondhand Serenade, The Red Jumpsuit
Apparatus, Avenged Sevenfold, bahkan hingga blink-182 dan Metallica!
Dengan
menjadi ‘penggemar’ musik-musik mereka, kemudian mereka mencaci dan
menganggap rendah musik-musik/musisi-musisi tertentu; biasanya
musik-musik yang diluar ‘selera’ mereka (yang menjadi korban biasanya
musik-musik yang lebih slow/ngepop), dengan mengatakan ‘musik banci’,
‘lagu bencong’, dsb. Mereka mengaku-ngaku membenci lagu-lagu seperti itu
padahal aslinya malah lebih menyukainya (lihat paragraf selanjutnya).
Kalaupun
yang ‘pop’, biasanya lagu-lagu mainstream standar acara-acara musik di
televisi-televisi swasta seperti Inbox, Dahsyat, dll; atau menjadi
soundtrack sinetron-sinetron. Biasanya grup musik/penyanyi yang
cenderung mengikuti pasar. (untuk saat ini musimnya pop melayu)
Contohnya The Virgin, ST12, Ungu, Hello, Ridho Rhoma, Lyla, dsb.
Aslinya, mereka justru lebih menyukai lagu-lagu semacam ini ketimbang lagu-lagu yang mereka anggap ‘keren’ tersebut.
Hanya
saja mereka ‘jaim’ sehingga mereka menikmati lagu ini secara
sembunyi-sembunyi atau menyelipnya di ‘tumpukan’ lagu-lagu yang mereka
anggap ‘keren/gaul’ di playlist mereka.Maksudnya biar tidak ketahuan
bahwa mereka menyukai lagu seperti itu.
2. Orang alay
biasanya menyukai grup musik yang penampilan personilnya (maaf)
‘kampung’ atau ‘menengah ke bawah’. (penampilan fisik, bukan performance
di atas panggung)
Kenyataannya:
Justru sebaliknya!
Alay justru malah melihat suatu grup musik/musisi dari bentuk fisik personilnya.
FYI, selera musik mereka juga mencakup aktor/aktris yang terjun ke dunia musik, meskipun kualitas musiknya pas-pasan sekalipun!
Contoh:
Lyla (katanya vokalisnya ganteng), The Titans (katanya vokalisnya
ganteng juga), The Adlys (mentang-mentang ada Adly Fairuz), Irwansyah,
The Sisters (mentang-mentang ada Shireen Sungkar), dsb.
Mereka
seringkali ‘judge a book by its cover’, kalau vokalisnya jelek atau
‘muka melas’, menurut mereka sudah pasti musiknya ‘melas’ juga, kalau
vokalisnya gendut musiknya ‘nyesekin’, dsb.
Ingat, sama sekali tidak ada hubungan antara tampang dengan musikalitas!
Musikalitas itu lebih dekat dengan suara dan kemampuan memainkan alat
musik dengan alat-alat tubuh tertentu. Musik itu bukan seni peran yang
lebih mengedepankan tampang dan akting.
Di luar sana, banyak
sekali musisi meskipun dengan penampilan fisik yang menengah ke bawah
namun mampu menghasilkan musik yang jauh lebih berkualitas ketimbang
grup-grup musik/musisi-musisi yang mengandalkan tampang, tetapi
musikalitasnya cenderung mengikuti pasar.
3. Orang alay identik dengan ekonomi (maaf) menengah ke bawah.
Kenyataannya:
Tidak semua benar.
Memang
sifat alay itu karena pengaruh lingkungan, dan lingkungan yang identik
dengan ke-alay-an itu memang tidak dapat dipungkiri, didominasi oleh
kalangan menengah ke bawah.
Tetapi banyak juga alay yang berasal dari kalangan menengah ke atas.
Biasanya OKB (orang kaya baru), tetapi OKL (orang kaya lama) juga banyak.
Mungkin karena pengaruh lingkungan yang mendidik mereka untuk mempunyai sikap alay.
Mencakup orang-orang yang sok keren, tukang pamer, dan yang suka menganggap rendah orang-orang yang berada di bawahnya.
Contohnya
seseorang yang mempunyai BlackBerry, lalu menganggap rendah orang-orang
di sekitarnya yang mempunyai ponsel yang hanya mempunyai fitur sms dan
telepon, dengan menganggap mereka *ucup*, tidak gaul, atau miskin.
Padahal BlackBerry hasil merengek atau bahkan mengancam orang tuanya;
bahkan dia sendiri kurang mengetahui fitur-fitur BlackBerry.
4. Orang alay biasanya ditemukan di perkampungan/pedesaan atau di pelosok.
Kenyataannya:
Kata siapa? Justru di pelosok/perkampungan/pedesaan lebih banyak orang
yang tahu diri dan lebih mengerti akan arti kebersamaan dan perdamaian,
serta rendah hati.
Kalau Anda suka menonton acara-acara yang
berbau petualangan/menjelajah daerah-daerah tertentu, justru orang-orang
yang tinggal di wilayah seperti itu lebih suka bermain dengan
permainan-permainan turun-temurun dengan atau membantu orang tuanya
untuk menghidupi keluarga, misalnya menangkap ikan atau mencari kayu
bakar.
Orang alay banyak juga yang ditemukan di wilayah perkotaan
bahkan di kota-kota besar seperti Jakarta dan Bandung. Mungkin yang
orang tuanya mengadu nasib di sana.
Kita tahu sendiri, kasus-kasus
kriminal seperti tawuran atau melibatkan geng-geng yang umumnya
melibatkan anak-anak ABG (biasanya SMP atau SMA awal bahkan SD akhir)
lebih banyak terjadi di mana?
Kenakalan remaja seperti tawuran dan
merusak fasilitas umum merupakan imbas dari budaya alay yang ‘selalu
ingin dibilang keren/gaul’.
5. Orang alay berpendidikan/berpengetahuan rendah.
Kenyataannya:
Tidak semua.
Ada
juga orang yang pengetahuannya tinggi, dan dia menggunakan
pengetahuannya itu untuk pamer, untuk menjatuhkan orang lain, serta
untuk mencaci/menghina orang lain yang tidak sependapat dengannya.
Intinya, kembali lagi ke pandangan hidup alay: dibilang ‘keren’ atau ‘gaul’!
Contohnya
orang yang serba tahu tentang musik metal, lalu menghina musik genre
lain; maksudnya biar dibilang keren/gaul, merasa diri paling keren dan
cool.
Seharusnya orang semakin tinggi pengetahuannya/pendidikannya
itu semakin rendah hati, seperti ilmu padi makin berisi makin merunduk.
6. Orang alay kLo cHaT pa5t1 tuLi5aNnY4 g3d3 k3ciLzZzZ, p’koQnY kY 9iNi Lh, 9auLzZz meNzZz!!!!!!!!!!!!!1
Kenyataannya:
Benar, meskipun belakangan sudah mulai jarang…
Tulisan
s’pRt1 ni3 memang ‘warisan’ dari jaman Friendster, jaman *piip* Online,
jaman Nokia N Series masih sangat booming juga, sekitar pertengahan
2004 hingga awal 2008.
Jaman-jaman segitu mungkin masih dibilang
unik, bahkan imut. Tetapi jaman sudah berubah, seiring cara pandang
orang-orang jaman sekarang. Tulisan seperti itu dianggap ‘merusak mata’
dan bahkan ‘memutar otak’ untuk membacanya.
Tetapi sekarang para alay sudah mulai ‘sadar’. Sudah jarang tulisan 9de kciLz ditemukan.
Hanya saja, penyingkatan hingga tulisan sulit untuk dibaca, sok imut, serta pe-lebay-an kata masih bisa dirasakan.
7.
Orang alay biasanya ponselnya dibawah 1 juta, atau kameranya masih VGA,
atau ponsel bundling operator, atau ponsel second, atau ponsel
china/merek lokal tidak jelas.
Kenyataannya:
Tidak ada hubungan antara ke-alay-an dengan kepemilikan ponsel/telepon genggam.
Setiap orang mempunyai taraf hidupnya masing-masing.
Tetapi
kebanyakan malah alay yang ponselnya 2 juta keatas, tetapi casingnya
ditempelkan stiker-stiker khas alay sok keren seperti gambar tengkorak,
ganja, atau jari tengah.
Kamera 2-5 mpix hanya untuk narsis?
Baru-baru ini, kabarnya para alay sudah mulai menyentuh BlackBerry dan iPhone.
*hanya ‘menyentuh’ ataukah ‘tersentuh’ ingin membeli BlackBerry dan
iPhone, dan sedang memikirkan bagaimana caranya memeras orang tua?*
Justru
ponsel-ponsel yang fiturnya hanya SMS dan telepon itu kebanyakan
dimiliki oleh orang-orang yang lebih mengetahui fungsi ponsel yang asli;
yaitu SMS dan telepon.
8. [No SARA] Alay biasanya berasal dari kalangan agama tertentu.
Kenyataannya:
Kebanyakan alay bersikap seperti orang tidak mengerti agama dan
agnostik (masih ragu-ragu tentang keberadaan Tuhan dan kebenaran-Nya)
Banyak alay yang kerjaannya hangout, nongkrong, hingga lupa waktu bahkan lupa ibadah.
Alay juga isi otaknya harta dan seks.
Pengutil di toko-toko, tukang peras, preman, dan perampok kebanyakan dari kalangan alay.
Mereka yang seks di luar nikah juga kebanyakan dari kalangan alay yang masih kurang mengerti agama.
Bahkan
sebagian kalangan alay malah menganggap keren seni-seni yang mengarah
ke pemujaan setan, penodaan unsur-unsur agama, serta atheisme!
9. Alay nongkrong di mall.
Kenyataannya:
Tergantung mallnya.
Ciri-ciri
mencolok mall yang banyak alaynya: banyak counter ponsel/pulsa;
biasanya mall yang sasaran pengunjungnya kalangan dari kelas menengah ke
bawah.
Tetapi kalau menurut pengalaman pribadi, sepertinya alay
sudah mulai ‘mengenal kemajuan teknologi’ seperti internet dan LAN,
dimana mereka lebih sering ditemukan di warnet-warnet.
Kalau
browsing, biasanya sekitar mengakses situs-situs jejaring sosial seperti
Friendster atau Facebook, dan melakukan aksi alay mereka. Atau download
konten-konten dari internet yang mengarah ke alay atau sok keren. Atau
juga chatting dengan bahasa dan tulisan gaya alay dan topik yang
mengalay.
10. Kebanyakan alay memakai baju-baju distro abal-abal (biasanya Diery)
Kenyataannya:
Alay sepertinya lebih identik dengan kaos-kaos band-band
metal/hardcore/rock, padahal ditanya sejarahnya atau lagu-lagunya tidak
tahu. Hanya suka gambarnya saja dan karena ingin dibilang gaul/keren.
(kecuali kaos hasil sumbangan atau tidak ada kaos yang lain lagi)
Alay
juga lebih identik dengan kaos-kaos dengan gambar-gambar khas alay sok
keren seperti tengkorak, ganja, atau jari tengah tidak jelas.
Alay
juga identik dengan kaos-kaos dengan tulisan-tulisan Bahasa Indonesia
sok keren, termasuk tulisan-tulisan sok Bahasa Inggris padahal
penulisannya dan grammarnya salah atau maknanya tidak jelas. Misalnya
kaos-kaos dengan tulisan ‘p4niti4 h4ri ki4m4t’ atau ‘perset*n loe
semua’, atau untuk versi sok Bahasa Inggris misalnya kaos bertuliskan ‘I
LAVE YOU FOREVER MY LAVE’. (jangankan tulisannya yang salah, maknanya
kalimatnya saja basi abis).